Oleh: Busyro | September 30, 2009

Aliran Jabariyah

ALIRAN JABARIYAH
A. Pendahuluan
Teologi sebagaimana diketahui, membahas ajaran-ajaran dasar dari suatu agama. Setiap orang ingin menyelami seluk beluk agamanya secara mendalam, maka perlu mempelajari teologi yang terdapat dalam agama yang dianutnya. Mempelajari teologi akan memberi seseorang keyakinan-keyakinan yang berdasarkan pada landasan kuat yang tidak mudah di ombang-ambing oleh perubahan zaman.
Dalam istilah arab istilah-istilah ini disebut dengan Usul
Ad Din oleh karena itu buku buku yang membahas masalah ini diberi nama
kitab Usul Ad Din oleh pengarangnya. Ajaran-ajaran dasar ini disebut
juga Aqa’id atau credos atau keyakinan-keyakinan dan buku yang mengupas keyakinan-keyakinan itu diberi judul AlAqo’id Al-nasafiyah dan Al-Aqa’id Al-Adudiah.
Teologi dalam islam disebut juga ‘ilm Al-Tauhid kata
tauhid mengendung arti satu atau esa dan keesaan dalam pandangan islam sebagai
agama monoteisme, merupakan sifat terpenting diantara segala sifat-sifat tuhan,
selanjutnya teologi islam disebut juga ‘ilm al-kalam.
Teologi islam yang diajarkan di indonesia pada umumnya adalah teologi dalam bentuk ilmu tauhid, ilmu tauhid biasanya kurang mendalam dalam pembahasan dan kurang bersifat filosofis

B. Asal Usul Teologi Qodariyah
Dalam sejarah selama Nabi Muhammad SAW di Mekkah hanya sebagai kepala agama dan tak mempunyai fungsi sebagai kepala pemerintahan, baru kemudian setelah nabi hijrah ke madinah dan disanalah nabi menjadi kepala agama sekaligus kepala pemerintahan. Hingga akhir pemerintahan beliau Nabi Muhammad saw umat islam masih berbentuk kesatuan yang utuh dan baru kemudian pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib terjadi perpecahan yang diawali oleh peristiwa arbittrase sehingga muncul kelompok khawarij (keluar dari barisan umat islam yang memiliki sendiri bahwa :” Ali, muawwiyah, amr bin ash, abu musa al-asy’ari yang menerima
arbittrase adalah kafir maka darah mereka halal dan mereka telah berdosa besar
dan telah keluar dari islam tegasnya murtad karena itu wajib di bunuh.
Kelompok ini yang kemudian dikenal dengan kaum khawarij yang kemudian pecah menjadi beberapa bagian. . konsep kafir juga mengalami perubahan, yang dipandang kafir bukan lagi hanya orang yang tidak menentukan hukum dengan Al-Quran, tetapi yang berbuat dosa besar yakni murtakib al-kaba’ir yang dipandang kafir.
Persoalan yang berbuat dosa inilah yang kemudian membuat pengaruh besar pada pertumbuhan teologi selanjutnya dalam islam, persoalannya ialah masihkah ia dipandang sebagai mukmin ataukah ia sudah menjadi kafir karena telah berbuat dosa besar itu ?
Persoalan ini lah yang kemudian menimbulkan tiga aliran teologi dalam islam Pertama aliran Khawarij yang mengatakan bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir dalam arti keluar dari islam dan tegasnya murtad oleh karena itu wajib dibunuh,
Kedua aliran Murji’ah yang menegaskan bahwa orang yang berbuat
dosa besar masih mukmin dan buka kafir. Adapun soal dosa yang dilakukannya terserah pada Allah SWT untuk mengampuni atau tidak.
Ketiga adalah aliran Mu’tazilah adalah aliran yang tidak menerima pendapat keduanya bagi mereka orang yang berdosa besar adalah bukan kafir dan bukan Mu’min, orang yang serupa ini kata mereka mengambil posisi diantara kedua posisi mukmin dan kafir yang dalam bahasa arabnya terkenal dengan Al-Manzilah Bain Al-Manzilitain (posisi diantara dua posisi)
Dari aliran ketiga di atas munculah dua aliran, yaitu :Jabariyah dan Qodariyah menurut Qodariyah : “Manusia memiliki kemerdekaan dalam berkehendak dan pebuatannya sedangkan Jabariyah sebaliknya “manusia tidak mepunyai kemerdekaan dalam kehendak dan perbuatannya, manusia dalam segala tingkah lakunya bertindak atas paksaan tuhan, segala gerak gerik manusia ditentukan oleh tuhan.
a. Asal usul Teologi Qadariyah
Nama jabariyah berasal dari kata “Jabara” yang memiliki arti “Memaksa” menurut Syahrastany bahwa Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakekat dan menyandarkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT, Paham Jabariyah ditonjolkan pertama kali oleh Ja’d Ibn Dirham tetapi yang menyiarkanya adalah Jahm Ibn Shafwan dan Thalut Ibn Al-A`shom, Jahm adalah sekertaris dari Syuraih bin Al- Haris dari kaum Murji’ah, dan dialah yang mendirikan paham Al-Jamhiyah, ia turut dalam gerakan melawan kekuasaan bany Umayyah dalam gerakan perlawanan itu Jamh dapat ditangkap dan dihukum bunuh ditahun 131 H.
Menurut Jahm Ibn Shafwan : “Manusia tidak mempunyai kekuasaan untuk berbuat apa apa; manusia tidak mempunyai daya, tidak mempunyi kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan, manusia dalam perbuatan-perbuatannya adalah dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya.
Dalam Hadits Nabi dikatakan :
الجبرية القائلة بسلب الإختيار من العباد وهم فرقة واحدة
Paham ini diduga telah ada sejak sebelum datang agama Islam kemasyarakat arab kehidupan bangsa arab yang diliputi gurun pasir sahara telah memberi pengaruh besar kedalam cara hidup mereka. Ditengah bumi yang disinari terik mata hari dengan air yang sangat sedikit dan udara yang panas ternyata tidak dapat memberikan kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, disana sini hanya tumbuh rumput keras dan beberapa pohon yang cukup kuat untuk menghadapi panasnya musim serta keringnya udara.
Dihadapan alam yang begitu ganas, alam yang indah, tetapi kejam merasa jiwa merasa dekat dengan Zat yang Maha Pengasih dan Penyayang, Zat Pembina, Pemberi Petunjuk, Pemelihara dan Pelindung, dengan suasana alam yang demikian menyebabkan mereka tidak punya daya dan kesanggupan apa-apa melainkan semata-mata Patuh, Tunduk, dan Pasrah kepada kehendak Allah SWT.
b. Konsep pemikiran teologi Jabariyah dalam perbuatan Tuhan dan manusia.
Perbuatan-perbuatan diciptakan dalam di diri manusia, tak ubahnya dengan gerak yang diciptakan tuhan dalam benda-benda mati.oleh karena itu manusia dikatakan “berbuat” bukan dalam arti sebenarnya, tetapi dalam arti majazi atau kiasan tak ubahnya sebagaimana disebut, air mengalir, batu bergerak, matahari terbit dan lain sebagainya.
c. Ayat-ayat yang di jadikan dasar ajaran Teologi Jabariyah diantaranya :
1. Firman Allah dalam Surat Al-An`am
     
“Mereka Sebenarnya Tidak Akan Percaya Sekiranya Allah Tidak Menghendaki,” ( QS Al-An’am :112, )
                 •     
“ Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (Tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan Telah tertulis dalam Kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah “. (QS. Al_hadid : 22 )
C. PERBANDINGAN PEMIKIRAN TEOLOGI JABARIYAH DAN QADARIYAH
1. Ajaran Pokok Aliran Jabariyah
a) Masalah sifat Alloh swt. Jahm bin Shafwan tidak membenarkan Alloh swt diberi sifat-sifat yang terdapat pada makhluk-Nya. Yang demikian itu membawa penyerupaan Allah SWT dengan ciptaan-Nya. Namun diakui pula bahwa banyak ayat Al-Qur’an yang menyebutkan Alloh swt mendengar, melihat, berbicara dan sebagainya. Ayat-ayat tersebut tidak dilihat secara lahiriyah (tekstual) melainkan dipahami secara konstekstual.
b) Tentang Surga dan Neraka. Surga dan neraka serta aktivitas penghuninya akan berakhir. Firman Allah SWT yang berbunyi (mereka kekal di dalamnya) disebutkan majas, bukan kekekalan yang sesungguhnya sebab yang kekal hanyalah Allah SWT. Dalam ayat lain Allah SWT berfirman : Artinya : ” Mereka (penghuni surga dan neraka) kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali Alloh swt menghendaki yang lain …”.(QS. 11 : 107 – 108).Ayat tersebut menngandung syarat dan pengecualian kekekalan surga dan neraka. Bagi Jabariyah pahala dan siksaan pun merupakan paksaan karena didasarkan pada keyakinan bahwa manusia tidak memiliki pilihan dan daya. Manusia dalam paham ini hanya merupakan wayang yang digerakkan dalang.
c) Masalah Iman dan Kufur.Iman dan kekafiran bergantung sepenuhnya kepada keyakinan di dalam hati dan orang yang telah mengenal baik dengan Alloh swt kemudian ingkar dengan lidahnya tidak akan menjadi kufur karenanya. Bahkan juga tidak menjadi kafir sungguh pun ia menyembah berhala, menjalankan ajaran Yahudi atau Nasrani kemudian mati, bagi Allah SWT orang demikian tetap merupakan seorang mukmin yang sempurna. Firman Alloh swt :Artinya : “Bukanlah kamu yang menghendaki, tetapi Allohlah yang menghendaki”. (QS. Al-Ihsan : 30).
d) Tentang Qudrat dan Iradat Manusia.Manusia tidak mampu melakukan suatu perbuatan, tidak memiliki kemauan, kemampuan dan pilihan. Allah-lah pencipta semua perbuatannya sebagaimana terjadi pada benda-benda. Misalnya manusia membaca, menulis, mendengar maka hal itu sama saja dengan Allah SWT membuat pohon tumbuh, berbuah, air mengalir dan sebagainya. Firman Allah SWT :Artinya : “Dan Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat”. (QS. As-Shaffat : 96).Ketika manusia dikatakan bahwa berbeda dengan benda mati karena manusia mempunyai kekuatan, kehendak dan pilihan, Allah-lah yang menciptakan dalam diri manusia kekuatan atau daya, kehendak dan pilihan yang dengannya manusia bertindak. Dengan melihat pendapat Jabariyah seperti yang disebutkan di atas, maka apakah artinya Allah SWT mengutus Rosul dan menurunkan al-Qur’an yang penuh dengan perintah, larangan, janji dan ancaman ? Tidakkah itu menjadi sia-sia belaka ? Semuanya itu tidak sia-sia, karena semuanya itu pun untuk menjalankan ketentuan Allah SWT. Keadaan itu tidak bedanya dengan Allah SWT menurunkan hujan, menerbitkan matahari, bulan dan sebagainya.
2. Ajaran Pokok Aliran Qadariyah
Ajaran pokoknya sebagaimana yang dikemukakan oleh Ghailan Al-Dimasyqi yaitu bahwa manusia berkuasa untuk melakukan perbuatan-perbuatan atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia pula yang melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan jahat atas kemampuan dan dayanya sendiri. Manusia tidak dikendalikan seperti wayang yang digerakkan oleh dalang tetapi dapat memilih.
D. KESIMPULAN
Menurut penulis solusi terhadap pandangan aliran Jabariyah dan Qodariyah yaitu bahwa manusia benar-benar memiliki kebebasan berkehendak dan karenanya ia akan dimintai pertanggungjawaban atas keputusannya, meskipun demikian keputusan tersebut pada dasarnya merupakan pemenuhan takdir (ketentuan) yang telah ditentukan. Dengan kata lain, kebebasan berkehendak manusia tidak dapat tercapai tanpa campur tangan Allah SWT, seperti seseorang yang ingin membuat meja, kursi atau jendela tidak akan tercapai tanpa adanya kayu sementara kayu tersebut yang membuat adalah Allah SWT.Dalam masalah Iman dan Kufur ajaran Jabariyah yang begitu lemah tetap bisa diberlakukan secara temporal, terutama dalam langkah awal menyampaikan dakwah Islam sehingga dapat merangkul berbagai golongan Islam yang masih memerlukan pengayoman. Di samping itu pendapat-pendapat Jabariyah sebenarnya didasarkan karena kuatnya iman terhadap Qudrat dan Iradat Allah SWT, ditambah pula dengan sifat wahdaniat-Nya.
Sementara bagi qodariyah manusia adalah pelaku kebaikan dan juga keburukan, keimanan dan juga kekufuran, ketaatan dan juga ketidaktaatan.Dari keterangan ajaran-ajaran Jabariyah dan Qodariyah tersebut di atas yang terpenting harus kita pahami bahwa mereka (Jabariyah dan Qodariyah) mengemukakan alasan-alasan dan dalil-dalil serta pendapat yang demikian itu dengan maksud untuk menghindarkan diri dari bahaya yang akan menjerumuskan mereka ke dalam kesesatan beragama dan mencapai kemuliaan dan kesucian Allah SWT dengan sesempurna-sempurnanya. Penghindaran itu pun tidak mutlak dan tidak selama-lamanya, bahkan jika dirasanya akan berbahaya pula, mereka pun tentu akan mencari jalan dan dalil-dalil lain yang lebih tepat. Demikian makalah dari kami yang berjudul “Jabariyah dan Qodariyah” kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan di masa mendatang.

E. PENUTUP

DAFTAR PUSTAKA

KH. M. Sya`roni Ahmadi, Al-Faraidus Saniah, Doktrin Ahlus Sunah, Penerbit Madrasah Qudsiyyah Kudus.
Nasution,harun.Teologi Islam, Aliran-Aliran Sejarah Analisis Perbandingan, Jakarta : UI pers
Prof. K.H.M Taib Thahir Abdul Mu’in, Ilmu Kalam, Jakarta, Widjaja, Cet. III, 1975


Tinggalkan komentar

Kategori