Oleh: Busyro | Oktober 3, 2009

Daulah Abbasiyah

PENGARUH PERADABAN ISLAM
PADA MASA DAULAH ABABASIYAH

I. PENDAHULUAN
Sebuah masyarakat (Bani Abbasiyah) yang punya kesadaran yang tinggi akan ilmu, hal ini ditunjukan masyarakat yang sangat antusias dalam mencari ilmu, penghargaan yang tinggi bagi para ulama, para pencari ilmu, tempat-tempat menuntut ilmu, banyaknya perpustakaan-perpustakaan pribadi yang dibuka untuk umum dan juga hadirnya perpustakaan Bayt al-Hikmah yang disponsori oleh khalifah pada waktu yang membantu dalam menciptakan iklim akademik yang kondusif. Tak heran jika kita menemukan tokoh-tokoh besar yang lahir pada masa ini. Tradisi intelektual inilah yang seharusnya kita contoh, sebagai usaha sadar keilmuan kita dalam mengejar ketertinggalan dan ini segera lepas dari keterpurukan.
Sejak terbunuhnya Marwan bin Muhammad, khalifah terakhir dari Dinasti Umayyah oleh seorang pemuda berdarah Persia yang gagah berani dan cerdas bernama Abu Muslim Al- Khurasani di Fusthath, Mesir pada bulan Dzulhijjah 132 H bertepatan dengan tahun 750 M, maka berakhirlah kekuasaan Dinasti Bani Umayyah yang berkuasa kurang lebih 90 tahun. Dan itu berarti secara resmi sejak itu kekuasaan berpindah ke tangan Bani Abbas yang kemudian lebih dikenal dengan Daulah Abbasiyah.
Daulah Abbasiyah berkuasa kurang lebih selama lima abad, yaitu dari tahun 750 M hingga tahun 1258 M. Masa pemerintahan yang panjang tersebut telah mengukir sejarah keemasan (golden age) dalam peradaban Islam, terutama pada masa pemerintahan Khalifah Al-Makmun. Ummat Islam benar-benar berada di puncak kejayaan dan memimpin peradaban dunia saat itu. Berbagai kemajuan dan perkembangan yang berhasil dicapai selama masa kekuasaan Daulah Abbasiyah, antara lain :
a. Ekspansi wilayah kekuasaan dan pengaruh Islam, dari Baghdad sebagai pusat pemerintahan bergerak ke wilayah Timur Asia Tengah, dari perbatasan India hingga Cina. Ini terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Al-Mahdi (158-169 H/775-785 M).
b. Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan agama dan syari’at.
c. Pembangunan tempat pendidikan dan tempat peribadatan.
d. Kemajuan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi.
e. Perkembangan politik, ekonomi dan administrasi
Selain itu, pada masa Daulah Abbasiyah bermunculan beberapa tokoh Ilmuan Islam, seperti Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, Al Ghazali, Al Khawarazimi, Rayhan Al Bairuni, Ibnu Mansur Al Falaky, At Tabrani, Imam Bukhari, Imam Muslim, Ibnu Majah, Abu Daud, Jahm Ibnu Sofyan, Washil bin Atha’, Sibawaih, dan lain-lain. Bahkan para ilmuan barat banyak belajar pada mereka.
Dari perjalanan dan rentang sejarah, ternyata Bani Abbas dalam sejarah lebih banyak berbuat ketimbang bani Umayyah. Pergantian Dinasti Umayyah kepada Dinasti Abbasiyah tidak hanya sebagai pergantian kepemimpinan, lebih dari itu telah mengubah, menoreh wajah dunia Islam dalam refleksi kegiatan ilmiah. Pengembangan ilmu pengetahuan pada Bani Abbas merupakan iklim pengembangan wawasan dan disiplin keilmuan.
II. PEMBANGUNAN DAULAH BANI ABBASIYAH
Daulah Bani Abbasiyah diambil dari nama Al-Abbas bin Abdul Mutholib, paman Nabi Muhammad SAW. Pendirinya ialah Abdullah As-Saffah bin Ali bin Abdullah bin Al-Abbas, atau lebih dikenal dengan sebutan Abul Abbas As-Saffah. Daulah Bani Abbasiyah berdiri antara tahun 132 – 656 H / 750 – 1258 M. Lima setengah abad lamanya keluarga Abbasiyah menduduki singgasana khilafah Islamiyah. Pusat pemerintahannya di kota Baghdad.
Tokoh pendiri Daulah Bani Abbasiyah adalah ; Abul Abbas As-Saffah, Abu Ja’far Al-Mansur, Ibrahim Al-Imam dan Abu Muslim Al-Khurasani. Bani Abbasiyah mempunyai kholifah sebanyak 37 orang. Dari masa pemerintahan Abul Abbas As-Saffah sampai Kholifah Al-Watsiq Billah agama Islam mencapai zaman keemasan (132 – 232 H / 749 – 879 M). Dan pada masa kholifah Al-Mutawakkil sampai dengan Al-Mu’tashim, Islam mengalami masa kemunduran dan keruntuhan akibat serangan bangsa Mongol Tartar pimpinan Hulakho Khan pada tahun 656 H / 1258 M.
1. Peta Daerah Perkembangan Islam Pada Masa Bani Abbasiyah
Pemerintahan daulah Bani Abbasiyah merupakan kelanjutan dari pemerintahan daulah Bani Umayyah yang telah hancur di Damaskus. Meskipun demikian, terdapat perbedaan antara kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah dengan kekuasaan dinasti Bani Umayyah, diantaranya adalah :
a. Dinasti Umayyah sangat bersifat Arab Oriented, artinya dalam segala hal para pejabatnya berasal dari keturunan Arab murni, begitu pula corak peradaban yang dihasilkan pada dinasti ini.
b. Dinasti Abbasiyah, disamping bersifat Arab murni, juga sedikit banyak telah terpengaruh dengan corak pemikiran dan peradaban Persia, Romawi Timur, Mesir dan sebagainya.
Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah, luas wilayah kekuasaan Islam semakin bertambah, meliputi wilayah yang telah dikuasai Bani Umayyah, antara lain Hijaz, Yaman Utara dan Selatan, Oman, Kuwait, Irak, Iran (Persia), Yordania, Palestina, Lebanon, Mesir, Tunisia, Al-Jazair, Maroko, Spanyol, Afganistan dan Pakistan, dan meluas sampai ke Turki, Cina dan juga India.
2. Bentuk-Bentuk Peradaban Islam Pada Masa Daulah Abbasiyah
Masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah merupakan masa kejayaan Islam dalam berbagai bidang, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Pada zaman ini, umat Islam telah banyak melakukan kajian kritis terhadap ilmu pengetahuan, yaitu melalui upaya penterjemahan karya-karya terdahulu dan juga melakukan riset tersendiri yang dilakukan oleh para ahli. Kebangkitan ilmiyah pada zaman ini terbagi di dalam tiga lapangan, yaitu : kegiatan menyusun buku-buku ilmiah, mengatur ilmu-ilmu Islam dan penerjemahan dari bahasa asing.
Setelah tercapai kemenangan di medan perang, tokoh-tokoh tentara membukakan jalan kepada anggota-anggota pemerintahan, keuangan, undang-undang dan berbagai ilmu pengetahuan untuk bergiat di lapangan masing-masing. Dengan demikian muncullah pada zaman itu sekelompok penyair-penyair handalan, filosof-filosof, ahli-ahli sejarah, ahli-ahli ilmu hisab, tokoh-tokoh agama dan pujangga-pujangga yang memperkaya perbendaharaan bahasa Arab.
Adapun bentuk-bentuk peradaban Islam pada masa daulah Bani Abbasiyah adalah sebagai berikut :
1) Kota-Kota Pusat Peradaban
Di antara kota pusat peradaban pada masa dinasti Abbasiyah adalah Baghdad dan Samarra. Bangdad merupakan ibu kota negara kerajaan Abbasiyah yang didirikan Kholifah Abu Ja’far Al-Mansur (754-775 M) pada tahun 762 M. Sejak awal berdirinya, kota ini sudah menjadi pusat peradaban dan kebangkitan ilmu pengetahuan. Ke kota inilah para ahli ilmu pengetahuan datang beramai-ramai untuk belajar. Sedangkan kota Samarra terletak di sebelah timur sungai Tigris, yang berjarak + 60 km dari kota Baghdad. Di dalamnya terdapat 17 istana mungil yang menjadi contoh seni bangunan Islam di kota-kota lain.
2) Bidang Pemerintahan
Pada masa Abbasiyah I (750-847 M), kekuasaan kholifah sebagai kepala negara sangat terasa sekali dan benar seorang kholifah adalah penguasa tertinggi dan mengatur segala urusan negara. Sedang masa Abbasiyah II 847-946 M) kekuasaan kholifah sedikit menurun, sebab Wazir (perdana mentri) telah mulai memiliki andil dalam urusan negara. Dan pada masa Abbasiyah III (946-1055 M) dan IV (1055-1258 M), kholifah menjadi boneka saja, karena para gubernur di daerah-daerah telah menempatkan diri mereka sebagai penguasa kecil yang berkuasa penuh. Dengan demikian pemerintah pusat tidak ada apa-apanya lagi.
Dalam pembagian wilayah (propinsi), pemerintahan Bani Abbasiyah menamakannya dengan Imaraat, gubernurnya bergelar Amir/ Hakim. Imaraat saat itu ada tiga macam, yaitu ; Imaraat Al-Istikhfa, Al-Amaarah Al-Khassah dan Imaarat Al-Istilau. Kepada wilayah/imaraat ini diberi hak-hak otonomi terbatas, sedangkan desa/ al-Qura dengan kepala desanya as-Syaikh al-Qoryah diberi otonomi penuh.
Selain hal tersebut di atas, dinasti Abbasiyah juga telah membentuk angkatan perang yang kuat di bawah panglima, sehingga kholifah tidak turun langsung dalam menangani tentara. Kholifah juga membentuk Baitul Mal/ Departemen Keuangan untuk mengatur keuangan negara khususnya. Di samping itu juga kholifah membentuk badan peradilan, guna membantu kholifah dalam urusan hukum.
3) Bangunan Tempat Pendidikan dan Peribadatan
Di antara bentuk bangunan yang dijadikan sebagai lembaga pendidikan adalah madrasah. Madrasah yang terkenal saat itu adalah Madrasah Nizamiyah, yang didirikan di Baghdad, Isfahan, Nisabur, Basrah, Tabaristan, Hara dan Musol oleh Nizam al-Mulk seorang perdana menteri pada tahun 456 – 486 H. selain madrasah, terdapat juga Kuttab, sebagai lembaga pendidikan dasar dan menengah, Majlis Muhadhoroh sebagai tempat pertemuan dan diskusi para ilmuan, serta Darul Hikmah sebagai perpustakaan.
Di samping itu, terdapat juga bangunan berupa tempat-tempat peribadatan, seperti masjid. Masjid saat itu tidak hanya berfungsi sebagai tempat pelaksanaan ibadah sholat, tetapi juga sebagai tempat pendidikan tingkat tinggi dan takhassus. Di antara masjid-masjid tersebut adalah masjid Cordova, Ibnu Toulun, Al-Azhar dan lain sebagainya.
4) Bidang Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan pada masa Daulah Bani Abbasiyah terdiri dari ilmu naqli dan ilmu ‘aqli. Ilmu naqli terdiri dari Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits Ilmu Fiqih, Ilmu Kalam, Ilmu Tasawwuf dan Ilmu Bahasa. Adapaun ilmu ‘aqli seperti : Ilmu Kedokteran, Ilmu Perbintangan, Ilmu Kimia, Ilmu Pasti, Logika, Filsafat dan Geografi.
III. PERKEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN AGAMA DAN SYARI’AT DI MASA DAULAH BANI ABBAS
Berdasarkan perubahan pola pemerintahan dan politik, para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani Abbas menjadi lima periode:
1. Periode Pertama (132 H/750 M – 232 H/847 M), disebut periode pengaruh Persia pertama
2. Periode Kedua (232 H/847 M – 334 H/945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama
3. Periode Ketiga (334 H/945 M – 447 H/1055 M), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa pengaruh Persia kedua
4. Periode Keempat (447 H/1055 M – 590 H/1194 M), masa kekuasaan dinasti Bani Seljuk dalam pemerintahan khilafah Abbasiyah; biasanya disebut juga masa pengaruh Turki kedua
5. Periode kelima (590 H/1194 M – 656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif di sekitar kota Baghdad.
Pada periode pertama pemerintahan Bani Abbas mencapai masa keemasannya. Pada periode inilah berhasil disiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun, setelah periode ini berakhir, pemerintahan Bani abbas mulai menurun dalam bidang politik, tetapi filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
a. Perkembangan Ilmu dan Metode Tafsir Al Qur’an
Perkembangan metode tafsir di masa Daulah abbasiyah ditandai dengan munculnya dua metode penafsiran Al Qur’an, yaitu tafsir bi al-ma’tsur dan tafsir bi al-ra’yi . Diantara para ahli tafsir bi al-ma’tsur adalah:
1. Ibn Jarir Al-Thabari dalam tafsirnya Jami’Al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an yang lebih dikenal dengan tafsir Al-Thabari. Tafsir ini merupakan tafsir yang terpenting dari tafsir bi al-ma’t (interpretasi taradisional),hasil karya beliau terdiri dari 30 jilid dan terkenal karena ketelitiannya dan kesaksamaannya. Banyak materinya berasal dari sumber autentik Yahudi seperti yang ditulis oleh Ka’b Al-Ahbar dan Wahb Ibn Munabbin.
2. Ibn ‘Athiyah Al-Andalusy
3. As Sudai yang mendasarkan tafsirnya kepada Ibn Abbas dan Ibn Mas’ud Radiyallahu ‘Anhuma.
4. Muqatil Ibn Sulaiman yang tafsirnya terpengaruh oleh kitab Taurat.
Sedangkan ahli tafsir tafsir bi al-ra’yi adalah:
a) Abu Bakar Asam (Mu’tazilah)
b) Abu Muslim Muhammad ibn Bahar Isfahany (Mu’tazilah)
c) Ibn Jarul Asadi (Mu’tazilah), dan
d) Abu Yunus Abdussalam (Mu’tazilah)
Kedua metode tafsir di atas sangat berkembang di masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi jelas sekali bahwa tafsir dengan metode bi al-ra’yi (tafsir rasional), sangat dipengaruhi oleh perkembangan pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan. Hal yang sama juga terlihat dalam ilmu fikih dan, terutama dalam ilmu teologi. Perkembangan logika di kalangan ummat Islam sangat mempengaruhi perkembangan dua bidang ilmu tersebut.
b. Perkembangan Ilmu Hadits
Hadits pada zamannya hanya bersifat penyempurnaan pembukuan dari catatan dan hafalan para sahabat. Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyah hadits mulai diklasifikasikan secara sistematis dan kronologis. Pengklasifikasian itu secara ketat dikualifikasikan sehingga kita kenal dengan klasifikasi hadits Shahih, Dhaif, dan Maudhu. Bahkan dikemukakan pula kritik sanad dan matan, sehingga terlihat jarah dan takdil rawi yang meriwayatkan hadits tersebut.
Pada masa ini muncullah ahli-ahli hadits, antara lain:
 Imam Bukhari, yaitu Imam Abu Abdullah Muhammad Ibn Abi al-Hasan Al-Bukhari. Lahir di Bukhara tahun 194 H dan wafat tahun 256 H di Baghdad.
 Imam Muslim, yaitu Imam Abu Muslim Ibn Al-Hajjaj Al Qushairy An Naishabury, wafat tahun 261 H di Naishabur.
c. Perkembangan Ilmu Qira’at
Qira’ah Sab’ah menjadi termasyhur pada permulaan abad kedua hijriyah, dibukukan sebagai sebuah ilmu pada penghujung abad ketiga hijriyah di Baghdad oleh Imam Ibn Mujahid Ahmad bin Musa Ibnu Abbas, beliau amat teliti, tidak mau meriwayatkan kecuali dari orang yang kuat ingatannya (dhabit), dapat dipercaya dan panjang umur dalam mengikuti qira’ah. Disamping itu harus ada kesepakatan mengambil atau memberi darinya.
Dari data ini dapat diambil kesimpulan bahwa di zaman pemerintahan Bani Abbas perkembangan ilmu Qira’at mencapai puncaknya. Diantara ahli qira’at yang terkenal di masa pemerintahan Bani Abbas periode Pertama, adalah:
1. Yahya bin Al-Harits Adz Dzamary wafat tahun 145 H
2. Hamzah bin Habib Az Zayyat wafat tahun 156 H di zaman pemerintahan khalifah Abu Ja’far Al Manshur (136 – 158 H)
3. Abu Abdirrahman Al Muqry wafat tahun 213 H, dan
4. Khalaf Bin Hisyam Al Bazzaz wafat tahun 229 H.
d. Perkembangan Ilmu Fiqhi
Dalam bidang fiqih, pada masa ini lahir fuqaha legendaris yang kita kenal, seperti Imam Abu Hanifah (700 – 767 M), Imam Malik (713 – 795 M), Imam Syafi’i (767 – 820 M) dan Imam Ahmad Ibn Hambal (780 – 855 M).
e. Perkembangan Ilmu Kalam
Perdebatan para ahli mengenai soal dosa, pahala surga dan neraka, serta pembicaraan mereka mengenai ketuhanan dan tauhid, menghasilkan suatu ilmu, yaitu ilmu tauhid atau ilmu kalam.
Diantara aliran ilmu kalam yang berkembang adalah Jabariyah, Qadariyah, Mu’tazilah dan Asy’ariyah. Para pelopornya adalah Hahm Ibn Safwan, Ghilan al-Dimisyq, Wasil ibn ‘Atha’, al-Asy’ari dan Imam al-Ghazali.

f. Perkembangan Ilmu Bahasa
Bahasa merupakan salah satu alat komunikasi yang sangat efektif. Ia tidak hanya dipergunakan dalam berkomunikasi lewat lisan, tetapi juga dipergunakan sebagai alat untuk mengekspresikan seni, di samping sebagai bahasa ilmiah. Diantara ilmu bahasa yang berkembang pada waktu itu adalah Nahwu, Sharaf, Bayan, Bad’i dan Arudh. Pada masa pemerintahan dinasti Abbasiyyah ilmu ini mengalami perkembangan sangat pesat. Sebab bahasa Arab dijadikan sebagai bahasa ilmu pengetahuan, di samping sebagai alat komunikasi antara bangsa. Pusat perkembangan ilmu bahasa Arab adalah Kufah dan Bashra. Diantara para ahli ilmu bahasa yang mempunyai peran besar dalam pengembangan ilmu bahasa adalah:
a) Sibawaih (wafat tahun 183 H). Karyanya terdiri dari dua jilid setebal 1000 halaman.
b) Al-Kisai, wafat tahun 198 H.
c) Abu Zakaria al-Farra (wafat tahun 208 H). Kitab Nahwunya terdiri dari 6000 halaman lebih.
g. Perkembangan Adab (Ilmu Sastra)
Penyair bangsa Arab sebelum zaman dianggap sebagai orang yang mempunyai ilmu pengetahuan tinggi, tukang sihir bergabung dengan jin dan setan dan menggantungkan kepada mereka untuk syair magic yang diinspirasikan kepadanya.
Di antara para penyair terkenal yaitu:
1) Imri’ul-Qays, kakeknya merupakan raja dari suku Kinda.
2) Turrafa ibn al-‘Abd, anggota suku Bake di Bahrein, menetap di teluk Persia.
3) Amr ibn Khulthum yang berasal dari suku Taghlib dan Ibunya Layla adalah saudara perempuan penyair dan prajurit terkenal. Muhalil.
4) Harrir ibn Hiullisa dari suku Bakr.
5) Zihayr ibn Abi Sulma dari suku Muzayna.
6) Labib ibn Abi Rabi’a dari suku banu Amir.
Faktor-faktor penyebab berkembang pesatnya Ilmu Pengetahuan Agama dan Syari’at di masa pemerintahan Abbasiyah adalah sebagai berikut:
1. Para penguasanya cinta kepada ilmu dan banyak memberikan motivasi kuat kepada para ilmuan untuk melakukan kajian-kajian ilmiah dalam berbagai disiplin ilmu. Baik ilmu agama dan syari’at (Al Ulum al- Naqliyah) yang merupakan fondasi kehidupan, maupun ilmu-ilmu umum (Al Ulum al-Aqliyah) yang merupakan penopang kehidupan. Adalah Al Ma’mun, khalifah pengganti Al-Rasyid, dikenal sebagi khalifah yang sanagt cinta kepada ilmu.
2. Sikap dan kebijaksanaan para penguasanya dalam mengatasi segala persoalan, termasuk dalam sikap politiknya. Sebab sikap politik dinasti Abbasiyah berbeda dengan sikap politik yang dijalankan pemerintahan Bani Umayyah. Dinasti Umayyah sangat fanatik terhadap keturunan Arab (Arab Orientid), tetapi dinasti Abbasiyah lebih bersifat demokratis, meskipun tampuk pemerintahan masih tetap berada di tangan khalifah dari keturunan Arab.
3. Penyediaan sarana dan prasarana untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
4. Terjadinya asimilasi antar bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan.
IV. KEMUNDURAN DAULAH BANI ABBASIYAH
Kehancuran Dinasti Abbasiyah ini tidak erjadi dengan cara spontanitas, melainkan melalui proses yang panjang yang diawali oleh berbagai pemeberontakan dari kelompok yang tidak senang terhadap kepemimpinan kholifah Abbasiyah. Disamping itu juga, kelemahan kedudukan kekholifahan dinasti Abbasiyah di Baghdad, disebabkan oleh luasnya wilayah kekuasaan yang kurang terkendali, sehingga menimbulkan disintegrasi wilayah.
Di antara kelemahan yang menyebabkan kemunduran Dinasti Abbasiyah adalah sebagai berikut :
a. Mayoritas Kholifah Abbasiyah periode akhir lebih mementingkan urusan pribadinya dan cenderung hidup mewah.
b. Luasnya wilayah kekuasaan Abbasiyah, sementara komunikasi pusat dengan daerah sulit dilakukan.
c. Ketergantungan kepada tentara bayaran.
d. Semakin kuatnya pengaruh keturunan Turki dan Persia, yang menimbulkan kecemburuan bagi bangsa Arab murni.
e. Permusuhan antara kelompok suku dan agama.
f. Perang Salib yang berlangsung beberapa gelombang dan menelan banyak korban.
g. Penyerbuan tentara Mongol di bawah pimpinan Panglima Hulagu Khan yang menghacur leburkan kota Baghdad.
V. KESIMPULAN
1. Zaman pemerintahan Bani Abbas (Daulah Abbasiyah) merupakan zaman keemasan Islam dalam sepanjang sejarah peradaban Islam. Hal ini ditandai dengan berkembang pesatnya Ilmu Pengetahuan Agama dan Syari’at, seperti Ilmu Tafsir, Ilmu Qira’at, Hadits, Fiqh, Bahasa dan Retorika, Ilmu Kalam, Ilmu Sastra maupun ilmu-ilmu pengetahuan lainnya, seperti Filsafat, Kedokteran, ilmu administrasi, Ilmu Teknik, Matematika, farmasi dan Kimia, Astronomi, Sejarah dan Geografi, Ilmu Optik dan lain-lain.
2. Faktor-faktor berkembangnya ilmu pengetahuan agama dan syari’at di masa pemerintahan Bani Abbas, adalah:
a. Para penguasanya cinta kepada ilmu dan banyak memberikan motivasi kepada para ilmuan untuk pengembangan ilmu pengetahuan terutama ilmu pengetahuan agama.
b. Sikap dan kebijaksanaan politik yang kondusif.
c. Penyediaan sarana dan prasarana yang memadai untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
VI. PENUTUP
Berdasarkan pemaparan di atas dapat dipahami bahwa kekuasaan Dinasti Abbasiyah merupakan masa gemilang kemajuan dunia Islam dalam aspek perkembangan ilmu pengetahuan. Perkembangan tersebut pada dasarnya merupakan andil dari pengaruh peradaban Yunani yang sempat masuk ke dunia Islam. Sehingga selanjutnya, beberapa tokoh dalam literatur sejarah menghiasai perkembangan pemikiran hingga di era modern. Bahkan, pada masa kejayaan tersebut orang-orang Barat menjadikan wilayah timur sebagai pusat perabadan untuk menggali ilmu pengetahuan.
Pada masa inilah Islam meraih kejayaanya. Banyak kontribusi keilmuan yang disumbangkan. Karya dan tokoh-tokohnya telah menjadi inspirasi dalam pengembangan keilmuan, oleh karena itu masa ini dikatakan sebagai masa keemasan Islam walau akhirnya peradaban Islam mengalami kemunduran dan kehancuran di bidang keilmuan bersamaan dengan berakhirnya pemerintahan Abbasiyah.
Demikian makalah ini saya susun dengan menganalisa dari berbagai sumber kepustakaan yang sudah saya pelajari. Saya sadar masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Hal ini dikarenakan minimnya buku referensi yang saya pelajari, serta keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang saya miliki. Untuk itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan dalam penyusunan berikutnya.
Dari kajian ini, diharapkan mampu menyadarkan kita akan pentingnya lingkungan intelektual yang kondusif dan memotivasi untuk mencari ilmu. Belajar sejarah akan tidak ada gunanya jika kita tidak bisa mengambil pelajaran darinya. Amin
Akhirnya tiada gading yang tak retak, seperti halnya kami tiada manusia tanpa salah. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi saya pribadi khususnya dan bagi khalayak pada umumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Abdul Karim. Sejarah Pemikiran Dan Peradaban Islam, PT Pustaka Book Publusher Yogyakarta 2007
Departemen Agama RI. Sejarah Kebudayaan Islam Untuk Madrasah Aliyah Keagamaan, 2002
Harun Nasution. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press. 1999.
Nurcholish Madjid (edit.). Khazanah Intelektual Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1994.
Prof. Dr. Jaih Mubarok, M.Ag. Sejarah peradaban Islam. Pustika Bani Quraisy. Bandung 2004.


Tinggalkan komentar

Kategori